Bahaya Zina (Dari Sudut Pandang Islam)

Bookmark and Share
Bahaya Zina (Dari Sudut Pandang Islam)

Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh praktek zina merupakan bahaya yang tergolong besar, dan praktek tersebut juga bertentangan dengan aturan universal yang berlaku untuk menjaga kejelasan nasab keturunan, menjaga kesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal-hal yang menimbulkan permusuhan serta perasaan benci diantara manusia disebabkan pengrusakan terhadap kehormatan istri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka. Dan ini jelas akan merusak tatanan kehidupan. Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya praktek zina itu – bobotnya – setingkat dibawah praktek pembunuhan. Oleh karena itu, Allah menggandeng keduanya di dalam Al-Qur’an dan juga Rasulullah dalam keterangan hadits beliau.

Al-Imam Ahmad berkata : “Aku tidak mengetahui sebuah dosa –setelah dosa membunuh jiwa- yang lebih besar dari dosa zina.”

Dan Allah menegaskan pengharamannya dalam firmanNya yang artinya : “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), yakni akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina kecuali orang-orang yang bertaubat …” (QS.AlFurqon : 68-70)

Dalam ayat tersebut, Allah menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam azab berat yang berlipat ganda, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman dan beramal shalih. Allah berfirman yang artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk.”(QS.Al-Isra : 32)

Disini Allah menjelaskan tentang kejinya praktek zina dan kata “fahisyah” maknanya adalah perbuatan keji atau kotor yang sudah mencapai tingkat yang tinggi dan dapat diakui kekejiannya oleh setiap orang berakal bahkan oleh sebagian banyak binatang, sebagaimana disebutkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Amr bin Maimun Al-Audi, dia berkata: “Aku pernah melihat pada masa jahiliyah seekor kera jantan yang berzina dengan seekor kera betina. Lalu datanglah kawanan kera mengerumuni mereka berdua dan melempari keduanya sampai mati.”(HR. Al-Bukhari3849).

Kemudian Allah juga memberitahukan bahwa praktek zina adalah seburuk-buruk jalan, karena merupakan jalan kebinasaan, kehancuran dan kehinaan di dunia, siksaan dan azab di akhirat nanti..
Dan karena menikahi mantan isteri-isteri ayah itu termasuk perbuatan yang sangat jelek sekali. Allah secara khusus memberikan “cela” tambahan bagi praktek menikahi isteri orang tua. Allah berfirman (setelah secara tegas melarang kaum muslimin untuk menikahi isteri-isteri ayah mereka) yang artinya : “Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. Annisa : 22).

Allah juga menggantungkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam menjaga “kehormatan”nya. Tak ada jalan menuju keberuntungan tanpa menjaga “kehormatan”. Allah berfirman yang artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki (yang telah dinikahi secara syah), maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Mukminun : 1-7).

Dalam ayat-ayat ini ada tiga hal yang diungkapkan, yaitu, pertama, bahwa orang yang tidak menjaga kemaluannya, tidak akan termasuk orang yang beruntung, kedua, dia akan termasuk orang yang tercela, dan ketiga, dia termasuk orang yang melampaui batas. Jadi, dia tidak akan mendapat keberuntungan, serta berhak mendapat predikat “melampaui batas” dan jatuh pada tindakan yang membuatnya tercela, padahal beratnya beban dalam menahan syahwat itu, lebih ringan ketimbang menanggung sebagian akibat yang disebutkan tadi.

Selain itu pula, Allah telah menyindir manusia yang selalu berkeluh kesah, tidak sabar dan tidak mampu mengendalikan diri saat mendapatkan kebahagiaan, demikian pula kesusahan. Bila mendapat kebahagiaan, dia menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila mendapat kesusahan, dia banyak mengeluh. Begitulah sifat umum manusia, kecuali orang-orang yang memang dikecualikan dari hambaNya, yang diantaranya adalah mereka yang disebut di dalam firmanNya yang artinya : “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki ( yang telah dinikahi secara syah), maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS.Al-Ma’arij : 29-31).

Oleh karenanya, Allah memerintahkan Rosulullah SAW untuk menjaga pandangan dan kemaluan mereka, juga diberitahukan kepada mereka bahwa Allah selalu menyaksikan amal perbuatan mereka. Seperti dalam firmanNya yang artinya : “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghofir : 19).

Dan karena ujung pangkal dari perbuatan zina yang keji ini dari pandangan mata, maka Allah lebih mendahulukan perintah untuk memalingkan pandangan mata sebelum perintah untuk menjaga kemaluan, karena banyak musibah besar yang asal muasalnya adalah dari pandangan; seperti kobaran api yang besar asalnya adalah perckan api yang kecil. Mulanya hanya pandangan, kemudian khayalan, kemudian langkah nyata, kemudian terjadilah musibah yang merupakan kesalahan besar (zina).
Oleh karenanya ada yang mengatakan, bahwa barangsiapa yang menjaga empat hal maka berarti dia telah menyematkan agamanya: Al-Lahazhat (pandangan pertama), Al-Khatharat (pikiran yang melintas di benak), Al-Lafazhat (lidah dan ucapan), Al-Khathawat (langkah nyata untuk semua perbuatan).
Dan seyogyanya, seorang hamba Allah itu bersedia utnuk menjadi penjaga dirinya dari empat hal di atas dengan ketat, sebab dari situlah musuh akan datang menyerangnya, merasuk ke dalam dirinya dan merusak segala sesuatu.



Sebagian besar maksiat itu terjadi pada seorang hamba melalui empat pintu yang telah kita sebutkan diatas. Sekarang, marilah kita ikuti pembahasan tentang empat pintu tersebut dibawah ini :

1. Al-Lahazhat (Pandangan Pertama)

Yang satu ini bisa dikatakan sebagai ‘Provokator’ syahwat atau ‘utusan’ syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan, maka barangsiapa yang melepaskan pandangan-sendiri pada jurang kebinasaan.
Rasulullah bersabda :

“Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan pertama itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.”
Dan di dalam Musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah :
“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat.” (HR. Ahmad). Inilah kurang lebih makna hadits tersebut.
Beliau juga bersabda :
“Palingkanlah pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8/314)

Dalam hadits lain beliau bersabda :
“Janganlah kalian duduk-duduk di (tepi-tepi) jalan.” Mereka berkata: “Ya Rasulullah, tempat-tempat duduk kami pasti di tepi jalan.” Beliau bersabda: “Jika kalian memang harus melakukannya, maka hendaklah memberikan hak jalan itu.” Mereka bertanya: “Apa hak jalan itu?” Jawab beliau: “Memalingkan pandangan (dari hal yang dilarang Allah) , menyingkirkan gangguan dan menjawab salam.”
Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulan yang melahirkan syahwat, dan dari ayahwat itu timbullah keinginan.kemudian keinginan ini menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh sebagigan ahli hikmah, bahwa: “Bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.

Seorang sholih mengatakan:
- Setiap kejadian musibah (praktek zina) itu bermula dari pandangan, seperti kobaran api berasal dari percikan api yang kecil.
- Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus ke dalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang dilepaskan dari busur dan talinya.
- Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang dia gunakan untuk memandang orang lain, maka dia berada pada posisi yang membahayakan.
- Dia memandang hal-hal yang menyenangkan matanya tapi membahayakan jiwanya, maka janganlah kamu sambut kesenangan yang akan membawa malapetaka.

- Di Antara Bahaya Pandangan

Yaitu pandangan yang dilepaskan begitu saja itu dapat menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas-panasi. Seseorang bisa melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, namun dia tidak sabar untuk melihatnya. Tentu, merupakan siksaan yang berat pada batin anda bila ternyata Anda melihat sesuatu yang Anda tidak bisa sabar untuk tidak melihat walaupun sebagian dari sesuatu tersebut, namun Anda juga tidak mampu untuk melihatnya.

Seorang Sholih berkata:
- Bila suatu hari engkau lepaskan pandangan matamu mencari (mangsa) untuk hatimu, niscaya apa-apa yang dipandangnya akan melelahkan (menyiksa) diri kamu sendiri.
- Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan dan engkau huga tidak bisa bersabar untuk tidak melihat (walau hanya) sebagian dari sesuatu itu.
Lebih jelasnya, kalimat di atas maksudnya: Engkau akan melihat sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun hanya sedikit, namun saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya sedikit.
Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali akhirnya dia binasa dengan pandangannya itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh seorang Sholih:
- Wahai orang yang memandang, tidaklah dia sampai tuntas menyelesaikan pandangannya, sehingga dia sendiri akan menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.
- Mungkin dia susah bosan selamat, hingga dia biarkan pandangannya menyaksikan apa yang menurutnya indah.
- Begitulah, dia terus melanjutkan satu pandangan dengan pandangan yang lain, sehingga akhirnya dia menjauh dan jatuh binasa karena pandangan-pandangannya sendiri.
Suatu hal yang lebih mengherankan, yaitu bahwa pandangan yang dilakukan oleh seseorang itu merupakan anak panah yang tidak pernah mengena pada sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena di hati orang yang memandang. Ada lagi seorang Sholih berkata:
- Wahai orang-orang yang dengan sungguh-sungguh melempar anak panah pandangannya; Engkaulah sebenarnya yang menjadi korban dari apa yang kamu lempar itu dan engkau tidak berhasil membidik orang yang engkau pandang.
- Dan orang selalu melepas pandangannya, dia akan kehilangan kesehatnnya. Oleh karena itu kurunglah pandanganmu itu, jangan sampai dia mendatangkan musibah kepadamu.
Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, yatiu bahwa satu pandangan (padahal yang dilarang) itu dapat melukai hati dan (dengan pandangan yang baru) berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama; Namun ternyata derita yang ditimbulkan oleh luka-luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus-menerus melakukannya.
- Kau senantiasa mengikutkan satu pandangan dengan pandangan lainnya untuk menyaksikan (wanita) cantik dan (pria) tampan.
- Dan kau mengira bahwa itu dapat mengobati luka (syahwat)mu, padahal, dengan itu berarti kau menoreh luka di atas luka.
- Kau korbankan matamu dengan pandanga dan tangisan, sementara hatimu juga (menjerit seperti)disembelih habis-habisan.
Oleh karena itu dikatakan: “Sesungguhnya menahan pandangan hatimu itu lebih mudah daripada menahan langgengnya penyesalan.”

2. Al-Khatharat (Pikiran Yang melintas Di Benak)

Adapun “Al-Khatharat” (pikiran yang melintas di benak) maka urusannya lebih sulit. Disinilah tempat mulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah menjadi tekad yang bulat. Maka, barangsiapa yang mampu mengendalikan pikiran-piran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan nafsunya. Namun, orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran-pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barangsiapa yang menganggap remeh pikiran-pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan, akan terseret pada kebinasaan.

Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga akhirnya dia akan menjadi angan-angan tanpa makna (palsu). Seperti firmanNya yang artinya:
“Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memeberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” (QS. An-Nuur: 39).

Orang-orang yang paling jelek cita-citanya dan paling hina, adalah orang yang merasa puas dengan angan-angan kosongnya. Dia pegang angan-angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dan senang dengannya. Padahal, demi Allah, angan-angan itu adalah modal orang-orang yang pailit dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong yang bisa merasa puas dengan gambaran-gambaran dalam khayalan, dan angan-angan palsu.

Seperti yang dikatakan seorang Sholih :
- Angan-angan untuk mendapatkan Su’da, dapat menghilangkan dahaga. Dengan angan-angan itu Su’da telah berhasil memberikan pada kita air dingin di kala haus.
- Angan-angan, yang sekiranya dapat menjadi kenyataan, tentu menjadi kebahagiaaan, dan kalaupun tidak, maka sesungguhnya kita hidup senang beberapa waktu dengan angan-angan itu.
Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia lahir dari sikap ketidakmampuan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai yang selanjutnya penderitaan dan penyesalan. Orang yang hanya berangan-angan disebabkan karena dia tidak berhasil mendapatkan realita yang diinginkannya sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan ke dalam hatinya; dia akan mendekap dan memeluknya erat-erat. Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh pikirannya.

Padahal, itu semua, sedikitpun tidak akan membawa manfaat. Sama seperti orang yang sedang lapar dan haus, membayangkan gambaran makanan dan minuman namun dia tidak dapat memakan dan meminumnya.
Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk memperolehnya, jelas menunjukkan betapa jelek dan hinanya jiwa seseorang. Sebab, kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya, tidak lain adalah dengan cara membuang jauh-jauh setiap pikiran yang jauh dari realita dan dia tidak rela bila hal-hal tersebut sampai melintas di benaknya serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.

Kemudian “Khatharat” itu ide, pikiran yang melintas di benak itu, mempunyai banyak macam, namun pada pokoknya ada empat:
1. Pikiran yang orientasinya untuk mencari keuntungan-keuntungan dunia/materi.
2. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian dunia/materi.
3. Pikiran yang orientasinya untuk mencari kemaslahatan akhirat.
4. Pikiran yang orientasinya untuk mencegah kerugian akhirat.

Idealnya, seorang hamba hendaklah menjadikan pikiran-pikiran, ide-ide dan keinginannya hanya berkisar pada empat macam di atas. Bila kesemua bagian itu ada padanya, maka selagi mungkin dipadukan, hendaklah dia tidak mengabaikannya untuk yang lain. Kalau ternyata, pikiran-pikiran yang datang itu banyak dan bertumpang tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih penting, yang dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk itu.

Yang tersisa sekarang adalah dua bagian lagi, yaitu:
Pertama, yang penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Kedua, yang tidak penting namun dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.
Dua bagian terakhir ini sama-sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di sinilah lahir sikap ragu-ragu dan bingung memilih. Bila dia dahulukan yang penting, dia khawatir akan kehilangan kesempatan untuk yang lain. Namun bila dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan sesuatu yang penting. Begitulah, kadang-kadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin dikumpulkan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali dengan mengorbankan yang lain.

Di sinilah, akal, nalar dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan diketahui, siapa orang tinggi, siapa orang yang sukses dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan Anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan kesempatan unutk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya. Dan Anda tidak akan mendapatkan seorang pun yang selamat (dan terlepas) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya.

Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini adalah sebuah kaidah besar dan mendasar yang merupakan poros berputarnya aturan-aturan syari’at, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan. Kaidah itu adalah mendahulukan kemaslahatan yang besar dan lebih tinggi dalam dua pilihan yang ada walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang lebih kecil kemudian kaidah itu pula menyatakan bahwa kita memilih kemudharatan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudharat yang lebih besar.

Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemudharatan akan dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.
Pikiran-pikiran serta ide-ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang kita jelaskan di atas. Dan karena itu datang berbagai syari’at atau aturan. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal-hal tersebut. Dan pikiran-pikiran serta ide-ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah yang orientasinya untuk Allah dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.

Kemudian, pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah ini bermacam-macam:
Pertama: Memikirkan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat-ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu hanya media saja.

Orang yang berilmu (‘ulama) mengatakan: “Allah menurunkan Al_Qur’an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al-Qur’an itu sebagai amalan.”

Kedua: Memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama-nama Allah, sifat-sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya. Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda-tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya; Allah menegur dan mencela orang yang melalaikannya.
Ketiga: Memikirkan nikmat, kebaikan, dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.

Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya dari hati seorang hamba ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepadaNya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.

Keempat: Memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan. Hal ini akan memberikan manfaat yang sangat besar. Ini merupakan pintu segala kebaikan. Ini juga sangat berperan dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat dapat dikalahkan maka nafsu muthmainah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan ada pada kerajaannya didengar; dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatannya.

Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia-siakan begitu saja, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh kemaslahatan (yang seharusnya dia dapatkan). Sebab, seluruh kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan bila disia-siakan (dan waktu itu sudah lewat) maka dia tidak akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.

Al-Imam Asy-Syafi’I berkata: “Aku pernah berteman dengan orang-orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari mereka kecuali dua kalimat saja :
Pertama :
“Waktu itu bagaikan pedang, bila engkau tidak tidak memotongnya, dialah yang akan menebasmu.”
Kedua :
“Dan nafsumu, bila engkau tidak menyibukannya dengan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukanmu dengan kebathilan.”
Waktu yang dimiliki manusia, itulah umur dia yang sebenarnya. Waktu itulah yang menjadi modal untuk kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan abadi (Surga), sekaligus juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam azab yang pedih (neraka). Waktu itu berlalu lebih cepat dari perjalanan gumpalan awan. Maka, barangsiapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang hakiki. Dan waktu yang tidak dipersembahkan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya. Walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan-angan kosong atau yang paling baik haya digunakan untuk tidur dan pengangguran, maka bagi orang semacam ini “mati” itu lebih baik daripada dia hidup.

Bila seorang hamba yang sedang melakukan shalat tidak akan mendapatkan nilai dari shalatnya selain pada bagian yang dia pahami dari shalatnya, maka umurnya yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan dengan Allah.

Pikiran-pikiran atau ide-ide yang tidak termasuk salah satu bagian yang disebut di atas tadi, dapat kita kategorikan sebagai was-was syaithaniyah (bisikan-bisikan setan), angan-angan kosong atau halusinasi bohong, persis seperti pikiran-pikiran orang yang kurang waras akalnya, baik karena mabuk atau fly dan lain sebagainya. Dimana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan:
- Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian, seperti apa yang telah aku temui sendiri (sekarang ini), maka sungguh aku telah menyia-nyiakan hari-hariku.
- Angan-angan itu telah menguasai jiwaku dalam jangka waktu yang lama, dan hari ini, aku menganggapnya hanya sebagai bunga mimpi.

Ketauhilah sebenarnya pikiran-pikiran yang melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran-pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang melintas itu laksana orang yang di suatu jalan, bila Anda tidak memanggilnya dan Anda biarkan dia, maka dia akn berlalu meninggalkan Anda. Namun bila Anda memanggilnya, Anda akan terpesona dengan percakapan, dusta dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa ringan bagi jiwa yang kosong penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci dan tenang.

Allah telah memasang dua macam nafsu pada diri manusia: Nafsu Ammarah dan nafsu Muthmainah. Keduanya saling bertolak belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain. Apa yang terasa nikmat oleh yang satu, maka akan terasa menyiksa oleh yang lain. Tak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu ammarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan lebih mendahulukan keridhaanNya daripada hawa nafsunya, padahal tidak ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kemauan hawa nafsu. Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.

Dalam hal ini, malaikat itu berada di samping kanan hati manusia, sementara setan di samping kirinya. Dan pertarungan antara keduanya tidak akan pernah berhenti sampai ajal ditentukan (oleh Allah) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada setan dan nafsu ammarah. Sementara, semua macam kebenaran itu akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainah. Dalam peperangan itu, kalah dan menang datang silih berganti.Dan kemenangan itu ada bersama kesabaran. Maka barangsiapa yang benar-benar bersabar, berusaha keras dan bertaqwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di akhirat nanti. Dan Allah pun telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat dirubah selamanya; bahwa balasan baik itu adalah untuk ketakwaan, dan pahala itu adalah untuk mereka yang bertakwa.

Hati itu laksana papan yang kosong, dan pikiran-pikiran itu bagikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka, bagaimana bisa dikatakan pantas bagi seorang yang berakal bila papannya hanya berisi dusta, tipu daya, angan-angan kosong dan fatamorgana yang tidak ada realitanya? Hikmah, ilmu dan petunjuk macam apa yang diharapkan dari tulisan-tulisan itu? Apabila ia ingin melukiskan hikmah, ilmu dan petunjuk di papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah tempat yang sudah penuh dengan tulisan lain yang tidak ada manfaatnya. Bila hati tidak kosong dari pikiran-pikiran kotor, maka pikiran-pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya, karena dia memang tidak dapat menempati kecuali tempat yang kosong. Seperti yang diungkapkan oleh seorang Sholih:

‘Aku telah didatangi oleh hawa nafsu sebelum aku kenal dengan hawa nafsu itu sendiri, maka ia temukan hati yang kosong, oleh karena itu ia dapat menguasaiku’

Hal seperti ini banyak terjadi terhadap orang-orang tasawuf, mereka membangun kepribadian mereka dengan cara menjaga pikiran-pikiran yang melintas di dalam benak, mereka tidak memberikan kesempatan pada pikiran-pikiran tersebut untuk masuk ke dalam hati, sehingga hati itu dalam keadaan kosong dan dapat untuk melakukan kasyaf (menyingkap rahasia) dan menerima hakikat-hakikat yang bermakna tinggi di dalamnya.
Mereka itu menjaga diri mereka dari satu hal, tetapi mereka lalai dan kehilangan banyak hal yang lain. Sebab mereka kosongkan hati mereka dari lintasan-lintasan pikiran sehingga menjadi kosong, tidak ada apa-apa di dalamnya, tiba-tiba setan mendapatkannya dalam keadaan kosong, kemudian setan menanamkan di dalamnya kebatilan dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, setan meletakan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran-pikiran yang merupakan bahan dasar dari ilmu pengetahuan dan petunjuk.

Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pikiran, maka setan akan datang dengan menemukan tempat yang kosong untuknya. Setan akan berusaha untuk mengisinya dengan hal-hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut. Bila tidak berhasil mengisinya dengan pikiran-pikiran kotor, maka setan akan mnyibukannya dengan keinginan melepaskan diri dari keinginan-keinginan yang sebenarnya tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali bila keinginan-keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah Allah yang memang dicintai dan diridhaiNya, kemudian menyibukan hati dan memperhatikan perintah-perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya di masyarakat, lalu berusaha menyampaikannya pada orang-orang dengan harapan mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, setan akan berusaha menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyararakat di dalamnya.

Syaitan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari hal itu semua. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenaran. Karena, kesempurnaan itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi dengan keinginan dan pikiran yang baik serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridhaanNya. Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya di mana saja dia berada. Wallahul musta’an (Allah lah tempat mohon pertolongan).

Lihatlah, Umar bin Khaththab, pikirannya penuh dengan keinginan dalam mencari keridhaan Allah. Barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang memikirkannya tentaranya (untuk jihad). Dengan demikian dia telah berhasil mengumpulkan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah masuk berkumpul dalam satu ibadah.

Ini adalah satu hal yang mulia dan agung, tidak akan tahu tentang hal ini kecuali mereka yang mempunyai keinginan yang benar-benar kuat dan pandai mencari, luas ilmunya serta tinggi cita-citanya, di mana dia masuk dalam satu ibadah namun dia juga mendapatkan ibadah-ibadah yang lain. Itulah karunia Allah yang diberikan pada siapa yang dikehendakinya.

3. Al-Lafazhat (Kata-Kata Atau Ucapan)

Adapun tentang Al-Lafazhat (kata-kata atau ucapan), maka menjaga hal yang satu ini adalah dengan cara mencegah keluarnya kata-kata atau ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai dari lidah. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah Diennya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu; apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak? Bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara. Dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi; apakah ada kata-kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut? Bila memang ada, dia tidak akan menyia-nyiakannya.

Kalau Anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang maka lihatlah ucapan lidahnya. Ucapan itu akan menjelaskan kepada Anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.
Yahya bin Mu’adz berkata : Hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya. Maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada Anda bagaimana “rasa” hatinya, adalah apa yang dia keluarkan dari lidahnya. Artinya, sebagaimana Anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula Anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, Anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dari lidahnya, sebagaimana Anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah Anda.

Dalam Hadits Anas yang Marfu’, disebutkan :
“Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqamah (lebih dahulu), dan tidak akan istiqamah hatinya sehingga lidahnya beristiqamah (lebih dahulu).
Nabi Muhammad pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan ke dalam neraka, beliau menjawab: “Mulut dan kemaluan”. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”
Sahabat Mu’adz bin Jabal pernah bertanya kepada Nabi tentang amal apa yang dapat memasukkannya ke dalam Surga dan menjauhkannya dari api neraka. Lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amal tersebut, setelah itu beliau bersabda:

“Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu?” Dia berkata: “Ya, Wahai Rasulullah”. Lalu Nabi memegang lidah beliau sendiri kemudian berkata: “Jagalah olehmu yang satu ini.” Maka Mu’adz berkata: “Adakah kita bisa disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan?” Beliau menjawab: “Ibumu kehilangan engkau ya Mu’adz, tidakkah yang dapat menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka (ke neraka) kecuali hasil (ucapan) lidah-lidah mereka?”

Dan yang paling mengherankan yaitu bahwa banyak orang yang merasa mudah dalam menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum-minuman keras serta melihat apa yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai-sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan ibadahnyapun, juga masih berbicara dengan kalimat-kalimat yang dapat mengundang kemurkaan Allah tanpa dia sadari bahwa, satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak Anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang-orang baik, baik yang sudah mati maupun yang masih hidup, dan dia tidak sadar akan apa yang dia katakanya.

Kalau Anda ingin mengetahui hal itu, lihatlah apa yang driwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dari hadits Jundub bin Abdillah, dia berkata: Nabi bersabda:

“Ada seorang pria yang mengatakan, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan itu’, Maka Allah berfirman, ‘Siapa orang yang bersumpah bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Sungguh Aku telah mengampuninya dan menggugurkan amalmu’.”

Lihatlah hamba yang satu ini; dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama/panjang, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus.
Di dalam hadits Abu Hurairah juga dikisahkan cerita seperti itu, kemudian Abu Hurairah berkomentar, “Dia telah mengucapkan satu kalimat yang dapat menghancurkan dunia dan akhiratnya.”

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah dari Nabi:
“Sesungguhnya seorang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dicintai oleh Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seprang hamba itu terkadang mengucapkan satu kalimat yang termasuk dibenci Allah, dia tidak terlalu perhatian dengan itu, namun ternyata dengan kalimat itu dia masuk ke dalam Neraka Jahanam.”

Dalam riwayat Muslim:
“Sesungguhnya seorang hamba itu mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas apa yang dikandungnya, namun dia dapat menjatuhkannya ke dalam Neraka (yabf jaraknya) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.”
Dan dalam riwayat At-Tirmidzi dari hadits Bilal bin Al-Harits Al-Muzani dari Nabi:
“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat yang dicintai oleh Allah, dia tidak menyangka (pahalanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridhaanNya sampai hari dia menjumpaiNya kelak. Dan sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kalimat dari apa yang dimurkai oleh Allah, dia tidak menyangka (dosanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memberikan kepadanya kemurkaanNya sampai hari dia menjumpaiNya kelak.”
Alqamah mengatakan: “Betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakana disebabkan oleh hadits Bilal bin Al-Harits ini.”
Dalam kitab Jami’ At-Tirmidzi, juga dari hadits Anas, dia berkata: Ada seorang sahabat yang meninggal, lalu ada seorang laki-laki berkata, ‘Berilah khabar gembira dengan Surga’, maka Nabi bersabda:
“Dari mana kamu tahu? Barangkali dia pernah mengucapkan (kalimat) yang tidak ada guna baginya atau dia pelit untuk (memberikan) sesuatu yang tidak akan membuatnya kekurangan.” At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan.”
Dalam sebuah lafazh hadits disebutkan:
“Ada seorang anak yang meninggal syahid di perang Uhud, lalu ditemukan di perutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar. Kemudian, ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya sambil mengatakan, ‘Berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan Surga’. Maka Nabi bersabda, ‘Dari mana kamu tahu? Barangkali dulu dia pernah mengucapkan kata-kata yang tidak berguna baginya dan menahan apa yang tidak memberikan mudharat baginya’.”
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Huraurah dari Nabi:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja.”
Dalam lafazh Muslim disebutkan:
‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir bila dia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam saja.”
At-Tirmidzi menyebutkan dengan sanad yang shahih dari Nabi, bahwa beliau bersasbda :
“Termasuk (salah satu tanda) kebaikan Islam seseorang, yaitu bila dia meninggalkan apa-apa yang tidak berguna baginya.”
Dan dari Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi, dia berkata:
“Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam itu suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya pada seorang pun setelah engkau’. Nabi menjawab, ‘Katakanlah, Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah engkau’. Aku bertanya, ‘Ya Rosulullah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku? ‘Kemudian Nabi memegang lidah beliau sendiri lalu mengatakan, ‘Ini’ (maksudnya : lidah)
Dari Ummu Habibah isteri Nabi, dari Nabi, beliau bersabda:
“Semua ucapan anak Adam (manusia) itu akan berdampak negatif kepadanya, tidak akan berdampak positif kecuali; ucapan untuk amar ma’ruf (memerintahkan yang baik), atau nahyi munkar (menvegah perbuatan munkar), atau dzikir kepada Allah”
Dalam hadits yang lain disebutkan:
“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata, ‘Takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Bila kamu istiqamah kami akan istiqamah, dan bila kamu melenceng kami ikut melenceng’.”
Sebagian ulama ada yang memperhitungkan dirinya, walau hanya sekedar mengucapkan: “ Hari ini panas dan hari ini dingin.” Sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab: “Aku tertahan oleh satu ucapan yang aku katakana yaitu Aku pernah mengatakan, Oh, betapa butuhnya orang-orang ini akan hujan. Tiba-tiba ada yang berkata kepadaku, ‘Dari mana kamu tahu itu? Akulah yang lebih tahu akan kemaslahatan hambaKu.”
Seorang sahabat ada yang berkata pada pembantunya: “Tolong ambilkan kain untuk kita bermain-main.” Lalu dia berkata: “ Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata-kata kecuali aku pasti mengendalikan dan mengekangnya, terkecuali kata-kata yang tadi aku katakana, keluar dari lidahku tanpa kendali dan tanpa kekang…”
Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya pada manusia itu sendiri…
Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah; apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja? Disini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama.
Sebagian ulama mengatakan: “semua perkataan anak adam itu akan berdampak negatif kepadanya dan tidak akan berdampak positif kecuali ucapan yang dari Allah dan ucapan yang membela-Nya.”
Abu Bakar Ash-Shidiq pernah memegang lidahnya dan berkata:”Inilah yang memasukan aku kedalam berbagai masalah”. Ucapan itu adalah tawanan anda, bila dia sudah keluar dari mulut anda berarti Andalah yang menjadi tawanannya. Allah selalu memonitor lidah setiap kali berbicara;
“Tidak suatu ucapan yang diucapkan kecuali ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 18)

- BAHAYA LIDAH

Pada lidah itu terrdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi,yaitu; penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi, bisa jadi salah satu dari keduaya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain. Orang yang diam terhadap kebenaran adalah setan yang bisu,dia bermaksiat kepada Allah,serta bersikap riya dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan menimpa dirinya. Begitu pula orang yang berbicara dengan kebatilan,adalah setan yang berbicara,dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada diantara dua posisi ini.
Adapun orang-orang yang ada ditengah-tengah yaitu mereka yang berada dijalan yang lurus sikap mereka adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal yang dapat membawa manfaat pada mereka diakherat kelak. Sehingga anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata-kata yang sia-sia tanpa manfaat, apalagi sampai mengucapkan kata-kata yang akan membahayakan mereka diakherat kelak.Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung,namun dia dapati lidahnya mereka sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa-dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah dan apa yang berhubungan dengannya.

4. Al-Khathawat (Langkah Nyata Untuk Sebuah Perbuatan)

Adapun tentang AL-khathawat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan). Hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala, bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang menperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah yang dilakukannya dengan cara meniatkannya untuk Allah, dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah.

Ketergelinciran pada perbuatan salah satu itu ada dua macam; tergelincir kaki dan tergelincir lidah. Oleh karenanya dua macam ketergelinciran ini digandengkan oleh Allah dalam firmannya:
“Dan hamba-hamba Ar-Rahman, yaitu mereka yang berjalan diatas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Al-Furqan: 63)
Disini Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqamah dalam ucapan-ucapan dan langkah-langkah mereka. Sebagaimana Allah juga menggandengkan antara Al-lahadzat (pandangan) dan Al-Khatharat (lintasan pemikiran) dalam firmannya:
Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Ghafir: 19)
Semua hal yang kami sebutkan diatas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akan diharamkannya zina dan kewajiban menjaga kemaluan, Rosulullah bersabda:
“Yang paling banyak memasukan orang kedalam neraka ialah lidah dan kemaluan.”
Dan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari nabi:
“Tidak dihalalkan darah seorang muslim kecuali dengan tiga hal: Orang yang sudah kawin lalu berzina, jiwa dengan jiwa (qishas karena membunuh orang ) dan orang yang meninggalkan Dien-nya serta meninggalkan jama’ah”.
Dalam hadist ini ada penggandengan antara zina dengan kafir yang membunuh jiwa, persis seperti yang terdapat dalam ayat pada surat Al-Furqan.juga seperti dalam hadist Ibnu Mas’ud.

- PENGGANDENGAN ANTARA ZINA, KUFUR DAN MEMBUNUH JIWA

Dalam hadist diatas nabi menyebutkan hal yang paling banyak terjadi secara berurutan. Perbuatnan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan riddah (keluar dari Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak belakang dari kemashlahatan dalam kehidupan. Sebab bila seorang wanita telah melakukan zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan kerabatnya serta mencoreng wajah mereka dihadapan orang-orang. Bila dia sampai hamil dan membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatna zina dengan pembunuhan. Dan jika setelah hamil dia tetap dengan suaminya, berarati dia telah memasukan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita itu sendiri orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakan-kerusakan lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria, maka hal ini selain hal yang diatas juga akan menyebabkan simpang siurnya hubungan nasab.kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikan hancur. Jadi, dibelakang perbuatan keji ini (zina) terdapat kerusakan dunia dan Diennya sekaligus. Sungguh betapa banyak pelanggaran terhadap larangan-larangan (pelecehan terhadap kehormatan).Penyia-nyiaan hak orang dan penganiayaan yang ada dibalik perbuatan zina. Di antara dampak yang ditimbulkan oleh zina adalah bahwa zina dapat mendatangkan kekafiran, memperpendek umur dan membuat wajah si pelaku suram serta mendatangkan kebencian orang.

Termasuk diantara dampaknya pula, bahwa zina itu dapat menghancurkan hati, membuatnya sakit kalau tidak sampai mematikannya, juga mendatangkan perasaan gundah gelisah dan takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat dan mendekatkan pada setan.Tak ada bahaya setelah bahaya perbuatan membunuh yang lebih besar daripada bahaya zina. Oleh karenanya untuk menghukum pelaku perbuatan zina ini Allah mensyari’atkan hukuman bunuh (rajam) dengan cara yang mengerikan. Bila ada seseorang yang mendengar kabar bahwa istrinya dibunuh orang, tentu lebih ringan dibanding dia mendengar bahwa istrinya berbuat zina.
Sa’ad Bin Ubadah berkata: “sekiranya aku melihat seorang pria berzina dengan istriku, tentu aku akan memenggal lehernya dengan dengan pedang dan tanpa pikir panjang lagi” Maka sampai perkataan ini kepada Rosulullah lalu beliau bersabda
“Apakah kalian heran dengan kecemburuan sa’ad? Demi Allah sungguh aku ini lebih cemburu dari dia,dan Allah lebih cemburu dari aku,dan oleh karena betapa agungnya kecemburuan Allah maka Dia haramkan segala perbuatan keji baik yang lahir maupun batin.” (Muttafaq’alaih)
Dalam Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim ,juga diriwayatkan dari nabi:
“Sesungguhnya Allah itu cemburu dan sesungguhnya seorang mukmin itu juga cemburu. Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila seorang hamba melakukan apa yang diharamkan kepadanya,”
Dalam hadist Al Bukhari dan Muslim juga diriwayatkan dari nabi:
Tak ada seseorangpun yang lebih pecemburu dari Allah,oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan –perbuatan keji yang lahir maupun batin tak ada seorangpun yang lebih senang menerima uzdur (permohonan maaf) dari Allah oleh karena itu Dia mengutus para rosul untuk memberi kabar gembira dan peringatan Tak ada seseorangpun yang lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu Dia memuji dirinya sendiri.”
Juga dalam kitab Ash-shahihain, diriwayatkan khutbah nabi disaat shalat gerhana matahari,beliau bersabda :
“Hai umat Muhammad, Demi Allah, tak ada satupun yang lebih pecemburu dari Allah ketika ada seorang hamba-Nya. Yang laki-laki atau perempuan berbuat zina. Hai umat Muhammad,demi Allah,sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui tentu kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. “ Kemudian beliau mengangkat kedua tangan seraya berkata “Ya Allah, adakah aku sudah disampaikan.”
Disebutkannya perbuatan dosa besar ini secara khusus setelah sholat gerhana matahari mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan; dan semaraknya fenomena zina ini merupakan tanda rusaknya alam ini, dan itu semua adalah salah satu tanda kiamat; seperti yang disebutkan dalam Ash-Shalihain, dari Anas bin Malik bahwa dia berkata : Aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang akan menceritakannya pada kalian setelah aku.Aku mendengar Rasulullah bersabda:

“Di antara tanda-tanda Kiamat yaitu bila (syar’I) menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan menjadi tampak serta zina juga menyebar (di mana-mana), Pria jumlahnya sedikit dan kaum wanita jumlahnya banyak sehingga untuk lima puluh wanita (perbandingannya) satu orang pria.”

Salah satu sunnahtullah yang diberlakukan pada makhluq-Nya , yaitu bahwa ketika zina mulai tampak dimana-mana, Allah akan murka dan kemurkaan-Nya sangat keras, maka secara pasti kemurkaan itu akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk adzab dan musibah yang diturunkan.
Abdullah bin Mas’ud berkata : “ Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah daerah, melainkan Allah memaklumkan untuk dihancurkan.”
Seorang pendeta Bani Israil pernah melihat anaknya sedang merayu seorang perempuan, lalu dia berkata: “ Sebentar, wahai anakku!” Kemudian sang ayah itu pingsan di atas tempat tidurnya lalu meninggal, sementara istrinya jatuh dan dikatakan kepadanya : “ Beginilah cara engkau marah untukku? Sungguh, orang sejenis kamu itu tidak mengandung kebaikan selamanya.”

- Pengkhususan Hukuman Zina Dengan Tiga Hal

Allah SWT mengkhususkan hukuman bagi perbuatan zina dibanding dengan hukuman-hukuman lainnya dengan 3 hal.

Pertama, Hukuman zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang mengerikan. Dalam hukuman zina yang ringan saja, Allah menggabungkan antara hukuman terhadap fisik dengan cambuk dan hukuman terhadap hati / mentalnya dengan cara diasingkan dari negrinya selama 1 tahun.

Kedua, Allah melarang hamba-hamba-Nya untuk merasa kasihan kepada para pelaku zina sehingga mencegah mereka untuk memberlakukan hukuman kepada para pezina itu. Sebab, Allah mensyari’atkan hukuman tersebut didasarkan pada kasih sayang kepada kalian, namun kasih sayang tersebut tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan berlakunya hukuman ini. Oleh karenanya janganlah kasih sayang yang ada di hati kalian itu mencegah kalian untuk melaksanakan perintah Allah SWT.
Hal ini- walaupun sebenarnya juga berlaku pada seluruh macam hukuman (hudud) yang disyari’atkan- namun disebutkan dalam hukuman zina suatu kekhususan, karena memang sangat penting untuk disebutkan di sini, sebab kebanyakan orang tidak mempunyai perasaan marah dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina atau pemabuk. Hati mereka cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang kepada para pelaku dosa lainnya. Dan realita membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah melarang mereka, jangan sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak diberlakukannya hukuman Allah SWT.
Mengapa rasa kasihan pada mereka itu timbul? Penyebabnya yaitu karena perbuatan zina ini bisa terjadi pada orang golongan atas, menengah dan bawah. Kemudian, dalam jiwa manusia itu terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya (melampiaskan libido pent) dan orang yang melakukan nya juga berjumlah banyak. Dan yang paling banyak menjadi penyebabnya ialah cinta, Sementara hati manusia itu secara tabiat, punya perasaan kasihan pada orang yang sedang jatuh cinta, bahkan banyak diantara mereka yang siap memberikan bantuan pada mereka, walaupun sebenarnya banyak dari percintaan itu termasuk yang diharamkan. Dan hal seperti itu sudah tidak dipungkiri lagi. Dan hal itu memang sudah diakui oleh orang-orang.
Selain itu juga, perbuatan dosa ini (zina) kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama suka dari kedua belah pihak, bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan lainnya yang membuat jiwa orang-orang itu geram.
Dalam hal ini, syahwat banyak berpengaruh, sehingga timbulah perasaan kasihan yang mugkin akan menghambat ditegakkannya hukum Allah SWT. Ini semua timbul dari iman yang lemah. Kesempurnaan iman itu dapat dicapai dengan adanya kekuatan yang dengan itu perintah Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat (kasih sayang) terhadap orang yang dijatuhi hukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan dengan Allah dalam perintah dan rahmat-Nya.

Ketiga, Allah SWT memerintahkan agar hukuman terhadap pelaku zina (baik itu cambuk ataupun rajam, pent) hendaknya dilakukan dihadapan khalayak orang-orang mukmin, bukan di tempat yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hukuman tersebut lebih efektif untuk tujuan “zajr” (membuat jera pelaku dan membuat takut orang lain melakukannya). Hukuman bagi pezina yang “muhshan” (sudah berkeluarga) diambil dari hukuman Allah terhadap kaum nabi Luth’ a.s yang dilempar dengan batu. Yang demikian itu karena perbuatan zina dan liwath (homosex yang dilakukan kaum nabi Luth’ a.s) adalah sama-sama perbuatan fahisyah (keji dan kotor). Keduanya dapat menimbulkan kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan oleh praktek liwath (homosex) itu sulit untuk dihitung. Oang yang menjadi korban perbuatan tersebut lebih pantas dan lebih baik untuk dibunuh saja. Sebab dia itu mengalami kerusakan yang tidak bisa diharapkan untuk baik kembali selamanya. Semua kebaikannya sudah hilang. Bumi sudah menyerap habis rasa malu dari mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi kepada Allah, juga kepada makhluk-Nya. Hati dan jiwa orang tersebut sudah dipengaruhi oleh sperma pelaku liwath seperti berpengaruhnya racun dalam tubuh seseorang.
Ada perbedaan pendapat diantara sebagian orang; apakah orang yang menjadi pelaku liwath itu bisa masuk surga atau tidak? Dalam hal ini ada dua pendapat. Aku mendengar syaikhul islam, Ibnu taimiyah pernah mengungkapkan dua pendapat ini.
Mereka yang mengatakan tidak akan masuk surga memberikan hujjah dengan beberapa hal: Diantarnya nabi SAW bersabda:
“tidak akan masuk surga anak seorang penzina”
Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah demikian, padahal dia tidak mempunyai dosa apa-apa, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat berbagai kejelekan dan kekotoran, serta dia pantas untuk mendatangkan kebaikan apapun selamanya, disebabkan dia diciptakan dari nuthfah (sperma) yang kotor; bila tubuh yang tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram saja sangat pantas untuk masuk api neraka, maka bagaimana lagi dengan tubuh yang memang tercipta dari sperma yang haram?
Mereka mengatakan; orang yang menjadi pelaku liwath itu lebih jelek dari anak hasil zina, lebih hina dan lebih kotor pula.dia itu memang tidak pantas untuk mendapatkan taufiq tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal yang baik, Maka Allah akan menggadengkannya dengan amalan lain yang dapat merusaknya, sebagai hukuman baginya. Dan memang jarang kita dapati bahwa orang yang sudah seperti itu dimasa kecilnya, kecuali dia akan lebih parah dimasa tuanya. Din tidak berhasil mendapatkan ilmu yang bermanfaat, amal yang shaleh dan taubat yang nashuha.
Namun setelah diteliti yang lebih pas untuk dikatakan dalam masalah ini, yaitu bahwa bila orang tersebut bertaubat dan kembali ke jalan Allah, kemudian mendapatkan karunia taubat yang nashuha serta amal yang shaleh, lalu kondisinya dimasa tua lebih baik dari kondisi dimasa kecilnya, lalu merubah perbuatan-perbuatan jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta mencuci aibnya dengan berbagai ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga pandangan matanya, menjaga kemaluannya dari yang haram dan benar-benar jujur kepada Allah dalam mu’amalah-Nya, maka orang yang semacam ini akan mendapat ampunan dan akan menjadi ahli surga.
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: Wahai hamba-hambaKu yang aniaya terhadap diri mereka, janganlah kalian putus asa akan rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Dia Maha Pengampun Dan Maha Pengasih”. (Az-Zumar: 53) Dan tidak akan keluar dari keumuman ayat ini satu macam dosapun. Namun hal ini hanya khusus bagi mereka yang bertaubat.
Bila ternyata orang yang menjadi pelaku perbuatan liwath itu dimasa tuanya lebih jelek dari masa kecilnya, tidak dapat mendapatkan nashuha dan amal yang shaleh, tidak segera mengganti ketaatan yang dia tinggalkan dan tidak pula mau menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga tidak merubah perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan, maka orang semacam ini sulit untuk mendapatkan husnul khatimah yang dapat memasukkannya ke dalam surga disaat akan meninggal kelak. Hal itu sebagai hukuman baginya. Sungguh Allah memberikan hukuman atas perbuatan yang jelek dengan kejelekan lainnya, sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek yang akan diterimanya sebagaimana Allah juga memeberikan ganjaran bagi sebuah perbuatan baik dengan perbuatan baik lainnya.

- Para Pelaku Maksiat Dikhawatirkan Akan Mati Dalam Su’ul Khatimah (Mati Jahiliyah)

Bila Anda perhatikan kondisi kebanyakan orang saat sakaratul maut menjemput, Anda akan melihat bahwa mereka terhalangi untuk mendapatkan husnul khatimah, sebagai hukuman akibat perbuatan yang jelek mereka.
Al-Hafizh Abu Muhammad Abdu Haq bin Abdurrahman Asy-Syibi berkata: “Ketahuilah bahwa su’ul khatimah itu semoga Allah menjauhkan kita darinya mempunyai penyebab-penyebab. Ada jalan-jalan dan pintu-pintu yang mengantarkan kepadanya. Penyabab, jalan dan pintu yang paling besar ialah larut dalam urusan keduniawian, tidak acuh dengan urusan akherat dan berani melakukan maksiat kepada Allah . Bisa saja ada seseorang yang sudah terbiasa melakukan kesalahan atau maksiat tertentu atau sudah terbiasa tidak acuh dan berani melakukan maksiat ,sehingga menguasai hatinya, akalnya tertawan oleh kebiasaan tersebut, pelita hatinya padam dan terbentuklah hijab yang dapat menutupinya. Akibatnya, teguran tidak akan lagi berguna, nasehat tidak akan lagi bermanfaat dan bisa saja kematian datang menjemput saat dia dalam keadaan demikian. Lalu datanglah panggilan kebaikan dari sebuah tempat yang jauh.namun dia tidak akan memahami maksutnya. Dia tidak tahu apa yang diinginkan oleh panggilan itu. Sekalipun orang yang akan meneriakan panggilan itu terus mengulangi dan mengulangi lagi.
Diriwayatkan, bahwa ada seorang dari anak buah An Nashir (salah seorang pemimpin dimsa Abbasiyah) yang sedang didatangi oleh sakaratul maut, kemudian anaknya berkata: “Ucapkanlah, ‘Laa Ilaaha Illallah’ orang itu berucap: “An Nashir adalah tuanku.” Diulangilah permintaan itu kepadanya, namun jawaban orang itu tetap sama. Tiba-tiba orang itu tidak sadarkan diri dan setelah dia siuman dia berucap lagi: “ An Nashir adalah tuanku “ Begitulah terus menerus.Setiap kali dikatakan kepadanya ucapan “Laa Ilaaha Illaallah” dia malah berucap: An Nashir adalah tuanku Kemudia dia berkata kepada anaknya: “hai Fulan, sebaiknya An Nashir itu dapat mengenalmu hanya dengan pedang dan keberanian membunuh/ berperang” kemudian dia meninggal dunia.
Abdul Haq berkata: “pernah dikatakan juga pada orang lain yang saya mengenalnya: “Ucapkanlah ‘Laa Ilaaha Illaallah’ tiba-tiba dia malah berucap: “tolong rumah yang disana itu diperbaiki dan kebun yang disana itu, tolong dikerjakan “
Abdul Haq juga berkata: “Diantara riwayat dari Abu Thahir As Silafi yang dia izinkan aku untuk meriwayatkannya yaitu kisah bahwa seorang pria yang sedang sakaratul maut, kemudian dikatakan kepadanya: ucapankanlah “Laa Ilaaha Illaallah” namun dia malah mengucapkan dengan bahasa Persia yang artinya “sepuluh dengan sebelas” (Maksudnya: boleh berhutang sepuluh tapi bayarnya sebelas, pent)
Dan pernah pula dikatakan pada orang lain lagi: ucapkanlah “Laa Ilaaha Illaallah” Dia malah mengatakan: Mana jalan ke pemandian Manjab” (nama pemandian)
Kata Abdul haq: “ Kata yang diucapkannya itu ada ceritanya. Suatu ketika ada seorang pria berdiri didepan rumahnya. Rumah tersebut pintunya manyarupai pintu sebuah tempat pemandian. Tiba-tiba lewat disana seorang wanita cantik dan bertanya: “Mana jalan kepemandian Manjab? Dia menjawab (sambil menunjukkan ke pintu rumahnya) ‘Ini dia pemandian manjab itu!’ Maka, wanita itupun masuk kedalam rumahnya sampai kebelakang. Setelah di sadar terjebak didalam rumah sang pria dan tahu bahwa dia sedang ditipu. Dia pura-pura menampakkan rasa gembira dan suka citanya karena pertemuannya dengan pria itu. Kemudian wanita itu berkata: ‘sebaiknya (sebelum kita berkumpul) engkau harus mempersiapkan untuk kita apa-apa yang dapat membuat indah kehidupan kita sekaligus menyenangkan hati kita. Dengan segera pria menjawab: ‘Sekarang juga aku akan membawakan untukmu semua yang kamu inginkan dan kamu senangi.” Lalu dia pergi keluar dan meninggalkan si wanita itu dalam rumah, namun tidak menguncinya. Kemudian diapun mengambil apa yang dia bisa bawa lalu dia kembali kerumahnya.Tapi sayang, si wanita itu telah keluar dan pergi.Sedikitpun wanita itu tidak mengambil apa-apa dari rumahnya. Pria itu akhirnya menjadi mabuk kepayang dan selalu ingat pada wanita tadi. Dia berjalan dilorong-lorong dan gang-gang sambil mengatakan:
“Ya Tuhankau, suatu hari, dikala sudah leleh dia bertanya,’mana jalan pemandian Manjab?’
Suatu saat, diwaktu dia mengucapkan bait syair tadi, ada seorang wanita dari jendela pintu rumahnya berkomentar:
“Mengapa di saat sudah mendapatkannya tidak dengan segera engkau menutup rumah itu akan mengunci pintunya?”
Mendengar itu, mabuk kepayangnya tambah menjadi-jadi. Begitulah terus kondisinya sehingga bait syair itu menjadi kata-kata terakhirnya saat meninggal dunia”
Suatu malam, Sufyan Ats-Tsauri menangis sampai pagi. Di pagi itu, ada yang bertanya kepadanya: “Adakah semua yang kau lakukan ini karena takut dosa?” Lalu Sufyan mengambil segenggam tanah seraya berkata: “Dosa itu lebih ringan dari batuini, aku menangis karena takut akan su’ul khatimah.
Sungguh, ini adalah pemahaman yang sangat baik, bila seseorang itu khawatir bahwa dosa-dosanya akan membuanya terhina kala meninggal dunia nanti, sehingga dia terhalang untuk memperoleh husnul khatimah.
Al-Imam Ahmad pernah menyebutkan bahwa Abu Darda’ disaat sakaratul maut datang dia pingsang tak sadarkan diri, kemudian dia siuman dan membaca:
“Dan( begitulah )Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya pada permulaan nya dan Kami biarkan mereka bergemilang dalam kesesatan yang sangat” (Al-An’am: 110)
Dan olah karena itu para ulama khawatir kalau dosa-dosa itu menghalangi mereka untuk memperoleh husnul khatimah.
Abdul Haqjuga berkata:
“Ketahuilah bahwsa su’ul khatimah itu semoga kita dilindungi oleh Allah darinya tidak akan terjadi pada orang yang secara lahir dia istiqomah dan secara batin ia shalih. Su’ul khatimah akan terjadi pada orang yang dasarnya sudah rusak atau senantisa melakukan dosa besar dan mengerjakan kemaksiatan barang kali hal itu menjadi kebiasaannya sehingga kematian datang menjemputnya sebelum sempat bertaubat.akhirnya dia meninggal dunia sebelum memperbaiki dirinya, urat nadi dicabut sebelum dia kembali kepada Alla, sehingga saat itu setan berhasil merenggut dan menyambarnya disaat yang genting tersebut. Na’uzzu billah!”
Diriwayatkan bahwa di Mesir dulu ada seseorang selalu pergi ke Mesjid untuk azan dan melakukan sholat.Wajahnya berwibawa dan penuh cahaya ibadah suatu hari dia naik ke menara untuk melakukan azan. Di bawah menara itu ada rumah seorang nasrani, dia melongok kedalam rumah tersebut dan melihat anak perempuan pemilik rumah itu akhirnya ia tergoda olehnya, lalu ia tinggalkan azan saat itu, turun menemui nya dan masuk kedalam rumahnya. Anak perempuan itu bertanya: “Ada apa, apa yang kamu inginkan?” Dia menjawab: “aku menginginkan kamu” Dia bertanya lagi: “Mengapa demikian?” Dia menjawab: “sungguh, engkau telah menawan jiwaku dan menguasai seluruh relung hatiku.” Perempuan itu berkata;: “aku tidak akan memenuhi keinginanmu selamanya.” Pria tadi menjawab: “Aku akan mengawinimu lebih dahulu.” Perempuan tadi berkata; “engkau seorang muslim dan aku seorang nasrani. Ayahku tidak akan mengawinkan aku dengan kamu.” Lelaki itu berkata: “ Aku akan masuk agama Nashrani!” Maka wanita itu berkata: “Jika kamu lakukan itu maka aku mau.” Akhirnya lelaki itu resmi masuk nasrani agar dapat kawin dengannya. Diapun tinggal bersama mereka. Dan pada hari itu, dia naik keloteng yang ada dirumah tersebut kemudian dia jatuh dan langsung mati. Kasihan, dia tidak berhasil mendapatkan perempuan tersebut dan dia kehilangan Diennya.
Diriwayatkan pula, ada seorang laki-laki yang senang kepada seseorang. Kesenangan dan kecintaannya sangat kuat, sehingga mampu menguasai hatinya. Bahkan, dia sampai jatuh sakit dan harus istirahat karenanya. Sementara orang yang dicintai tersebut tidak mau menemuinya.Sementara itu, orang-orang terus berusaha terus mempertemukan keduanya sehingga dia pun berjanji akan menemuinya.Orang-orang datang menyampaikan kabar tersebut, iapun gembira dan sangat suka cita. Kesempitan di dadapun terasa hilang. Jadilah dia menunggu hingga waktu yang sudah ditentukan, Di saat itu tiba-tiba datang orang yang akan mempertemukan keduanya,lalu menyampaikan: “Dia sudah berangkart bersamaku, dan sampai ditengah jalan, namun dia kembali lagi. Aku terus mendorong dan terus merayunya, tapi dia berkata: “Orang itu ingat dan menyebut-nyebut aku dan diapun gembira dengan kedatanganku. Namun aku tidak akan masuk ketempat yang meragukan. Aku tidak akan mempersembahkan diriku untuk tempat-tempat yangh mencurigakan. Aku terus membujuknya namun dia tidak mau dan pergi. Mendengar itu orang sakit tadi lalu langsung menjatuhkan diri dan kembali sakit dengan kondisi lebih parah dari sebelumnya. Tanda-tanda kematian sudah tampak di wajahnya, saat itu dia mengatakan:

“Wahai salm,wahai penenang hati yang sakit wahai obat bagi tubuh yang kurus. Keridhaanmu lebih diharapkan oleh hatiku ketimbang rahmat Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Mulia
.
Maka (Abdul Haq Al- Asyibly) berkata kepadanya: “Wahai Fulan, takutlah engkau kepeda Allah!!” Dia menjawab: “ Semua sudah terjadi. Akhirnya aku meninggalkannya. Dan tidak sampai aku kedepan rumahnnya, hingga aku mendengar dengan nyaring suara kematian. Kita berlindung kepada Allah dari Su’ul khotimah.

Maka dari itu pikirkan dengan jernih sebelum melangkah karena semua bermula dari niat kita di muka bumi yang sementara ini;
Qs: Muhammad,47/25 :

“ Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada Kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, Syaithan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka”

Qs: Al-Jaatsiyah, 45/23 :

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikannya hawa nafsunya sebagai tuhannya (illah) dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan Ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”

Qs: Ali ‘Imran, 3/178 :

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan”.

***
Bahaya Zina (Dari Sudut Pandang Islam)
(Ref: Jangan Dekati Zina!)


{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar