Hukum Nyanyian dan Musik (Menurut Fiqih Islam)

Bookmark and Share
Sebagian ulama menyebutkan nyanyian dan musik-musik ini bagaikan qur’an-nya syaithan atau tabir yg menghalangi seseorang hamba dari Ar Rahman. Sebagian mereka menyerupakannya dgn mantera yg menggiring orang melakukan perbuatan liwath dan zina.




- Pengertian Al Ghina’ dan Al Ma’azif

Imam Ahmad Al Qurthubi menyatakan dalam Kasyful Qina’ halaman 47 : “Al ghina’ secara bahasa adl meninggikan suara ketika bersyair atau yg semisal dengannya {seperti rajaz secara khusus}.

Di dalam Al Qamus al ghina’ dikatakan sebagai suara yg diperindah.”Imam Ahmad Al Qurthubi melanjutkan bahwa sebagian dari imam-imam kita ada yg menceritakan tentang nyanyian orang Arab berupa suara yg teratur tinggi rendah atau panjang pendeknya seperti al hida’ yaitu nyanyian pengiring unta dan dinamakan juga dgn an nashab . {Lihat Kasyful Qina’ oleh Imam Ahmad Al Qurthubi 47 dan Al Qamus halaman 127}

Al ma’azif adl jamak dari mi’zaf.Dalam Al Muhieth halaman 753 kata ini diartikan sebagai al malahi {alat-alat musik dan permainan-permainan} contohnya al ‘ud ath thanbur.

Sedangkan dalam An Nihayah diartikan dgn duf-duf.Dikatakan pula al ‘azif artinya al mughanni dan al la’ibu biha .

Ibnul Qayyim dalam Mawaridul Aman halaman 330 menyatakan bahwa al ma’azif adl seluruh alat musik atau permainan. Dan ini tidak diperselisihkan lagi oleh ahli-ahli bahasa.

Imam Adz Dzahabi dalam As Siyar 21/158 dan At Tadzkirah 2/1337 memperjelas definisi ini dengan mengatakan bahwa al ma’azif mencakup seluruh alat musik maupun permainan yg digunakan utk mengiringi sebuah lagu atau syair.
Contohnya : Seruling rebab simpal terompet dan lain-lain.


- Bentuk-Bentuk Dan Jenis Al Ghina’

Dengan definisi yg telah disebutkan ini para ulama membagi al ghina’ menjadi dua kelompok :


1. Nyanyian yg pertama

Seperti yg sering kita temukan dalam berbagai aktivitas manusia sehari-hari dalam perjalanan pekerjaan mengangkut beban dan sebagainya. Sebagian di antara mereka ada yg menghibur dirinya dgn bernyanyi utk menambah gairah dan semangat menghilangkan kejenuhan dan rasa sepi.

Contoh yg pertama ini di antaranya al hida’ lagu yg dinyanyikan oleh sebagian kaum wanita untuk menenangkan tangis dan rengekan buah hati mereka atau nyanyian gadis-gadis kecil dalam sendau gurau dan permainan mereka wallahu a’lam. {Kaffur Ri’a’ halaman 59-60 Kasyful Qina’ halaman 47-49}

Disebutkan pula oleh sebagian ulama bahwa termasuk yg pertama ini adl selamat atau bersih dari penyebutan kata-kata yg keji hal-hal yg diharamkan seperti menggambarkan keindahan bentuk atau rupa seorang wanita menyebut sifat atau nama benda-benda yg memabukkan.

Bahkan sebagian ulama ada pula yg menganggapnya sebagai sesuatu yg dianjurkan apabila nyanyian itu mendorong semangat utk giat beramal menumbuhkan hasrat utk memperoleh kebaikan seperti syair-syair ahli zuhud atau yg dilakukan sebagian shahabat seperti yg terjadi dalam peristiwa Khandaq :Ya Allah jika bukan krn Engkau tidaklah kami terbimbing.Dan tidak pula bersedekah dan menegakkan shalat.Maka turunkanlah ketenangan kepada kami.Dan kokohkan kaki kami ketika menghadapi musuh.Dan yg lain misalnya :Jika Rabbku berkata padaku.Mengapa kau tidak merasa malu bermaksiat kepada-Ku.Kau sembunyikan dosa dari makhluk-Ku.Tapi dgn kemaksiatan kau menemui Aku.

Imam Ahmad Al Qurthubi dalam Kasyful Qina’ halaman 48 yg menyebutkan bahwa yg seperti ini termasuk nasihat yg berguna dan besar ganjarannya. Demikian pula yg dikatakan Imam Al Mawardi bahwa syair-syair yg diungkapkan oleh orang- orang Arab lbh disukai apabila syair itu mampu menumbuhkan rasa waspada terhadap tipuan atau rayuan dunia cinta kepada akhirat dan mendorong kepada akhlak yg mulia.

Kesimpulannya syair seperti ini boleh jika selamat atau bebas dari kekejian dan kebohongan.

Nyanyian di kalangan orang Arab waktu itu seperti al hida’ an nashbur dan sebagainya yg biasa mereka lakukan tidak mengandung sesuatu yg mendorong keluar dari batas-batas yg telah ditentukan.


2. Nyanyian yg kedua

Seperti yg dilakukan para biduwan atau biduwanita {para penyanyi artis pesinden dan sebagainya} yg mengenal seluk beluk gubahan suatu lagu dari rangkaian syair kemudian mereka dendangkan dgn nada atau irama yg teratur halus lembut dan menyentuh hati membangkitkan gejolak nafsu serta menggairahkannya.

Nyanyian seperti inilah yg sesungguhnya diperselisihkan para ulama sehingga mereka terbagi dalam tiga kelompok yaitu : Yang mengharamkan memakruhkan dan yg membolehkan.


a. Ibnu Mas’ud menerangkan bahwa “lahwul hadits” itu adl al ghina’.
“Demi Allah yg tiada sesembahan yg haq selain Dia diulang-ulangnya tiga kali.”Riwayat ini shahih dan telah dijelaskan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam Tahrim ‘alath Tharb halaman 143.

Demikian pula keterangan ‘Ikrimah dan Mujahid.Al Wahidi dalam tafsirnya menambahkan : “Ahli Ilmu Ma’ani menyatakan ini termasuk semua orang yg cenderung memilih permainan dan al ghina’ seruling- seruling atau alat-alat musik daripada Al Qur’an meskipun lafadhnya dgn kata al isytira’ sebab lafadh ini banyak dipakai dalam menerangkan adanya penggantian atau pemilihan.” {Lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 144-145}

b. Firman Allah ta’ala :“Dan hasunglah siapa saja yg kau sanggupi dari mereka dgn suaramu.” Ibnu Abbas mengatakan bahwa “suaramu” dalam ayat ini artinya adl segala perkara yg mengajak kepada kemaksiatan. Ibnul Qayyim menambahkan bahwa al ghina’ adl da’i yg paling besar pengaruhnya dalam mengajak manusia kepada kemaksiatan. {Mawaridul Aman halaman 325}Mujahid -dalam kitab yg sama- menyatakan “suaramu” di sini artinya al ghina’ dan al bathil . Ibnul Qayyim menyebutkan pula keterangan Al Hasan Bashri bahwa suara dalam ayat ini artinya duff wallahu a’lam.

c. Firman Allah ta’ala :“Maka apakah terhadap berita ini kamu merasa heran. Kamu tertawa-tawa dan tidak menangis? Dan kamu bernyanyi-nyanyi?” Kata ‘Ikrimah -dari Ibnu Abbas- as sumud artinya al ghina’ menurut dialek Himyar. Dia menambahkan : “Jika mendengar Al Qur’an dibacakan mereka bernyanyi-nyanyi maka turunlah ayat ini.”Ibnul Qayyim menerangkan bahwa penafsiran ini tidak bertentangan dgn pernyataan bahwa as sumud artinya lalai dan lupa. Dan tidak pula menyimpang dari pendapat yg mengatakan bahwa arti “kamu bernyanyi-nyanyi” di sini adl kamu menyombongkan diri bermain-main lalai dan berpaling. Karena semua perbuatan tersebut terkumpul dalam al ghina’ bahkan ia merupakan pemicu munculnya sikap tersebut.

Imam Ahmad Al Qurthubi menyimpulkan keterangan para mufassir ini dan menyatakan bahwa segi pendalilan diharamkannya al ghina’ adl krn posisinya disebutkan oleh Allah sebagai sesuatu yg tercela dan hina.


Dalil-Dalil Dari As Sunnah

1. Dari Abi ‘Amir -Abu Malik- Al Asy’ari dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beliau bersabda :“Sungguh akan ada di kalangan umatku suatu kaum yg menganggap halalnya zina sutera khamr dan alat-alat musik … .”

2. Dari Abi Malik Al Asy’ari dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beliau bersabda :“Sesungguhnya akan ada sebagian manusia dari umatku meminum khamr yg mereka namakan dgn nama-nama lain kepala mereka bergoyang-goyang krn alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita maka Allah benamkan mereka ke dalam perut bumi dan menjadikan sebagian mereka kera dan babi.” {HR. Bukhari dalam At Tarikh 1/1/305 Al Baihaqi Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain. Lihat Tahrim ‘alath Tharb oleh Syaikh Al Albani halaman 45-46}

3. Dari Anas bin Malik berkata :Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :Dua suara terlaknat di dunia dan di akhirat : “Seruling-seruling ketika mendapat kesenangan dan rintihan ketika mendapat musibah.” {Dikeluarkan oleh Al Bazzar dalam Musnad-nya juga Abu Bakar Asy Syafi’i Dliya’ Al Maqdisy lihat Tahrim ‘alath Tharb oleh Syaikh Al Albani halaman 51-52}

4. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :“Sesungguhnya saya tidak melarang menangis tapi saya melarangmu dari dua suara kedunguan dan kejahatan yaitu suara ketika gembira yaitu bernyanyi- nyanyi bermain-main dan seruling-seruling syaithan dan suara ketika mendapat musibah memukul-mukul wajah merobek-robek baju dan ratapan-ratapan syaithan.” {Dikeluarkan oleh Al Hakim Al Baihaqi Ibnu Abiddunya Al Ajurri dan lain-lain lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 52- 53}

5. Dari Ibnu Abbas ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagiku -atau mengharamkan- khamr judi al kubah dan seluruh yg memabukkan haram.” {HR. Abu Dawud Al Baihaqi Ahmad Abu Ya’la Abu Hasan Ath Thusy Ath Thabrani dalam Tahrim ‘alath Tharb halaman 55-56}

6. Dari ‘Imran Hushain ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :“Akan terjadi pada umatku lemparan batu perubahan bentuk dan tenggelam ke dalam bumi.” Dikatakan : “Ya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kapan itu terjadi?” Beliau menjawab : “Jika telah tampak alat-alat musik banyaknya penyanyi wanita dan diminumnya khamr-khamr.” {Dikeluarkan oleh Tirmidzi Ibnu Abiddunya dan lain-lain lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 63- 64}

7. Dari Nafi’ maula Ibnu ‘Umar ia bercerita bahwa Ibnu ‘Umar pernah mendengar suara seruling gembala lalu meletakkan jarinya di kedua telinganya dan pindah ke jalan lain dan berkata : “Wahai Nafi’ apakah engkau mendengar?” Aku jawab : “Ya.” Dan ia terus berjalan sampai kukatakan tidak. Setelah itu ia letakkan lagi tangannya dan kembali ke jalan semula. Lalu beliau berkata :“Kulihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendengar suling gembala lalu berbuat seperti ini.”

Imam Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis mengomentari hadits ini sebagai berikut : “Jika seperti ini yg dilakukan mereka terhadap suara-suara yg tidak menyimpang dari sikap-sikap yg lurus maka bagaimanakah dgn nyanyian dan musik- musik orang jaman sekarang ?”

Dan Imam Ahmad Al Qurthubi dalam Kasyful Qina’ halaman 69 menyatakan : “Bahwa pendalilan dengan hadits-hadits ini dalam mengatakan haramnya nyanyian dan alat-alat musik hampir sama dengan segi pendalilan dgn ayat-ayat Al Qur’an. Bahkan dalam hadits-hadits ini disebutkan lebih jelas dgn adanya laknat bagi penyanyi maupun yg mendengarkanya.”Di dalam hadits pertama Imam Al Jauhari menyatakan bahwa dalam hadits ini digabungkannya penyebutan al ma’azif dgn khamr zina dan sutera menunjukkan kerasnya pengharaman terhadap alat-alat musik dan sesungguhnya semua itu termasuk dosa-dosa besar. {Kasyful Qina’ halaman 67-69}

Atsar ‘Ulama SalafIbnu Mas’ud menyebutkan : “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati seperti air menumbuhkan tanaman.” Ini dikeluarkan oleh Ibnu Abiddunya dan dikatakan shahih isnadnya oleh Syaikh Al Albani dalam Tahrim ‘alath Tharb ucapan seperti ini juga dikeluarkan oleh Asy Sya’bi dgn sanad yg hasan.

Dalam Al Muntaqa halaman 306 Ibnul Jauzi menyebutkan pula bahwa Ibnu Mas’ud berkata : “Jika seseorang menaiki kendaraan tanpa menyebut nama Allah syaithan akan ikut menyertainya dan berkata ‘bernyanyilah kamu!’ Dan apabila ia tidak mampu memperindahnya syaithan berkata lagi : ‘Berangan-anganlah kamu ’.” {Dikeluarkan oleh Abdul Razzaq dalam Al Mushannaf 10/397 sanadnya shahih}

Pada halaman yg sama beliau sebutkan pula keterangan Ibnu ‘Umar ketika melewati sekelompok orang yg berihram dan ada seseorang yg bernyanyi ia berkata : Beliau berkata : “Ketahuilah Allah tidak mendengarkanmu!” Dan ketika melewati seorang budak perempuan bernyanyi ia berkata : “Jika syaithan membiarkan seseorang tentu benar-benar dia tinggalkan budak ini.”



Ref: File chm Darus Salaf 2 dalam http://blog.re.or.id/

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar